A. Hak Kekayaan Intelektual
Hak
Kekayaan Intelektual yang disingkat ‘HKI’ atau akronim ‘HaKI’ adalah padanan
kata yang biasa digunakan untuk Intellectual
Property Rights (IPR), yakni hak yang timbul bagi hasil olah pikir otak
yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia.
Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak yang diberikan kepada
orang-orang atas hasil dari buah pikiran mereka. Biasanya hak eksklusif
tersebut diberikan atas penggunaan dari hasil buah pikiran si pencipta dalam
kurun waktu tertentu. Buah pikiran tersebut dapat terwujud dalam tulisan,
kreasi artistik, simbol-simbol, penamaan, citra, dan desain yang digunakan
dalam kegiatan ko-mersil.
Pada
intinya HakI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu
kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam HaKI adalah karya-karya yang
timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.
Teori Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) sangat dipengaruhi oleh pemikiran
John Locke tentang hak milik. Dalam bukunya, Locke mengatakan bahwa hak milik
dari seorang manusia terhadap benda yang dihasilkannya itu sudah ada sejak
manusia lahir. Benda dalam pengertian disini tidak hanya benda yang berwujud
tetapi juga benda yang abstrak, yang disebut dengan hak milik atas benda yang
tidak berwujud yang merupakan hasil dari intelektualitas manusia.
B. Sifat-sifat Hak Kekayaan Intelektual
1.
Mempunyai
Jangka Waktu Tertentu atau Terbatas
Apabila
telah habis masa perlindungannya ciptaan atau penemuan tersebut akan menjadi milik umum, tetapi
ada pula yang setelah habis masa perlindungannya dapat diperpanjang
lagi, misalnya hak merek.
2.
Bersifat
Eksklusif dan Mutlak
HKI yang
bersifat eksklusif dan mutlak ini maksudnya hak tersebut dapat dipertahankan terhadap
siapapun. Pemilik hak dapat menuntut terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh
siapapun. Pemilik atau pemegang HaKI mempunyai suatu hak monopoli, yaitu pemilik atau
pemegang hak dapat mempergunakan haknya dengan melarang siapapun tanpa persetujuannya untuk membuat ciptaan atau
temuan ataupun menggunakannya.
C. Jenis Hak Kekayaan Intelektual
Menurut WIPO (World Intellectual
Property Organization) – badan dunia di bawah naungan PBB untuk isu HKI, hak
kekayaan intelektual terbagi atas 2 kategori, yaitu:
1.
Hak
Cipta (copy rights)
Hak Cipta merupakan istilah legal yang menjelaskan suatu hak
yang diberikan pada pencipta atas karya literatur dan artistik mereka. Tujuan
utamanya adalah untuk memberikan perlindungan atas hak cipta dan untuk
mendukung serta memberikan penghargaan atas buah kreativitas.
Karya-karya yang dicakup oleh Hak Cipta termasuk:
karya-karya literatur seperti novel, puisi, karya pertunjukan, karta-karya
referensi, koran dan program komputer, data-base, film, komposisi musik, dan
koreografi, sedangkan karya artistik seperti lukisan, gambar, fotografi dan
ukiran, arsitektur, iklan, peta dan gambar teknis.
Kategori ini mencakup karya-karya literatur dan artistik
seperti novel, puisi, karya panggung, film, musik, gambar, lukisan, fotografi
dan patung, serta desain arsitektur. Hak yang berhubungan dengan hak cipta
termasuk artis-artis yang beraksi dalam sebuah pertunjukan, produser fonogram
dalam rekamannya, dan penyiar-penyiar di program radio dan televisi.
2.
Hak
Kekayaan Industri (Industrial Property
Rights),
kategori
ini mencakup penemuan (paten), merek, desain industri, dan indikasi geografis.
Dari sumber situs WTO, masih ada hak kekayaan intelektual lainnya yang termasuk
dalam kategori ini yaitu rahasia dagang dan desain tata letak sirkuit terpadu.
a)
Paten
Paten merupakan hak eksklusif yang diberikan atas sebuah penemuan,
dapat berupa produk atau proses secara umum, suatu cara baru untuk membuat
sesuatu atau menawarkan solusi atas suatu masalah dengan teknik baru. Paten
memberikan perlindungan terhadap pencipta atas penemuannya. Perlindungan
tersebut diberikan untuk periode yang terbatas, biasa-nya 20 tahun.
Perlindungan yang dimaksud di sini adalah penemuan tersebut tidak dapat secara
komersil dibuat, digunakan, disebarkan atau di jual tanpa izin dari si
pencipta.
b)
Desain
Industri (Industrial designs)
Desain industri adalah aspek ornamental atau estetis pada
sebuah benda. Desain tersebut dapat mengandung aspek tiga dimensi, seperti
bentuk atau permukaan benda, atau aspek dua dimensi, seperti pola, garis atau
warna. Desain
industri diterapkan pada berbagai jenis produk industri dan kerajinan; dari
instrumen teknis dan medis, jam tangan, perhiasan, dan benda-benda mewah
lainnya; dari peralatan rumah tangga dan peralatan elektronik ke kendaraan dan
struktur arsitektural; dari desain tekstil hinga barang-barang hiburan.
Agar terlindungi oleh hukum nasional, desain industri harus
terlihat kasat mata. Hal ini berarti desain in-dustri pada prinsipnya merupakan
suatu aspek estetis yang alami, dan tidak melindungi fitur teknis atas benda
yang diaplikasikan.
c)
Merek
Merek adalah suatu tanda tertentu yang dipakai untuk
mengidentifikasi suatu barang atau jasa sebagaimana barang atau jasa tersebut
diproduksi atau disediakan oleh orang atau perusahaan tertentu. Merek membantu
konsumen untuk mengidentifikasi dan membeli sebuah produk atau jasa berdasarkan
karakter dan kualitasnya, yang dapat teridentifikasi dari mereknya yang unik.
d)
Indikasi Geografis
Indikasi Geografis merupakan suatu tanda yang digunakan pada
barang-barang yang memiliki keaslian geografis yang spesifik dan memiliki
kualitas atau reputasi berdasar tempat asalnya itu. Pada umumnya, Indikasi
Geografis merupakan nama tempat dari asal barang-barang tersebut. Produk-produk
pertanian biasanya memiliki kualitas yang terbentuk dari tempat produksinya dan
dipengaruhi oleh faktor-faktor lokal yang spesifik, seperti iklim dan tanah. Berfungsinya
suatu tanda sebagai indikasi geografis merupakan masalah hukum nasional dan
persepsi konsumen.
e)
Desain
tata letak sirkuit terpadu (integrated circuit)
Sirkuit terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau
setengah jadi, yang di dalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut
adalah elemen aktif yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk
secara terpadu di dalam sebuah bahan semikonduktor yang dimaksudkan untuk
menghasilkan fungsi elekronik. Desain tata letak adalah kreasi berupa rancangan
peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari
elemen tersebut adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi
dalam suatu sirkuit terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan
untuk persiapan pembuatan sirkuit terpadu.
f)
Rahasia
dagang (trade secret)
Rahasia dagang dan jenis-jenis informasi rahasia lainnya
yang memiliki nilai komersil harus dilindungi dari pelanggaran atau kegiatan
lainnya yang membuka rahasia praktek komersial. Namun langkah-langkah yang
rasional harus ditempuh sebelumnya untuk melindungi informasi yang bersifat
rahasia tersebut. Pengujian terhadap data yang diserahkan kepada pemerintah
sebagai langkah memperoleh persetujuan untuk memasarkan produk
farmasi atau pertanian yang memiliki komposisi baru juga harus dilindungi dari
kecurangan perdagangan.
g)
Perlindungan Varietas Tanaman (Plant
Variety)
Perlindungan Varietas Tanaman adalah hak
yang diberikan kepada pemulia dan/atau pemegang hak PVT untuk menggunakan
sendiri varietas hasil pemuliaannya atau memberi persetujuan kepada orang atau
badan hukum lain untuk
menggunakannya selama waktu tertentu. PVT diberikan kepada
varietas dari jenis atau spesies tanaman yang baru, unik, seragam, stabil, dan diberi nama. Suatu varietas dianggap baru
apabila pada saat penerimaan
permohonan hak PVT, bahan perbanyakan atau hasil panen dari varietas tersebut
belum pernah diperdagangkan di Indonesia atau sudah diperdagangkan tetapi tidak
lebih dari setahun, atau telah diperdagangkan di luar negeri tidak lebih dari empat
tahun untuk tanaman semusim dan enam tahun untuk tanaman tahunan. Sedangkan
kriteria varietas dianggap unik apabila varietas tersebut dapat dibedakan secara
jelas dengan varietas lain yang keberadaannya sudah diketahui secara umum pada
saat penerimaan permohonan hak PVT.
Di Indonesia badan yang berwenang dalam
mengurusi HaKI adalah Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual, Departemen
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI.
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual yang selanjutnya disebut Ditjen HaKI mempunyai tugas
menyelenggarakan tugas departemen di bidang HaKI berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan kebijakan Menteri.
C. Sejarah Perkembangan Sistem Perlindungan
Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia
1.
Secara
historis, peraturan perundang-undangan di bidang HKI di Indonesia telah ada
sejak tahun 1840. Pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan undang-undang
pertama mengenai perlindungan HKI pada tahun 1844. Selanjutnya, Pemerintah
Belanda mengundangkan UU Merek tahun 1885, Undang-undang Paten tahun 1910, dan
UU Hak Cipta tahun 1912. Indonesia yang pada waktu itu masih bernama Netherlands East-Indies telah menjadi angota Paris Convention for the Protection
of Industrial Property sejak
tahun 1888, anggota Madrid
Convention dari tahun 1893
sampai dengan 1936, dan anggota Berne
Convention for the Protection of Literaty and Artistic Works sejak tahun 1914. Pada zaman
pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 sampai dengan 1945, semua peraturan
perundang-undangan di bidang HKI tersebut tetap berlaku. Pada tanggal 17
Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Sebagaimana
ditetapkan dalam ketentuan peralihan UUD 1945, seluruh peraturan
perundang-undangan peninggalan Kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak
bertentangan dengan UUD 1945. UU Hak Cipta dan UU Merek tetap berlaku, namun
tidak demikian halnya dengan UU Paten yang dianggap bertentangan dengan
pemerintah Indonesia. Sebagaimana ditetapkan dalam UU Paten peninggalan
Belanda, permohonan Paten dapat diajukan di Kantor Paten yang berada di Batavia
(sekarang Jakarta), namun pemeriksaan atas permohonan Paten tersebut harus
dilakukan di Octrooiraad yang berada di Belanda.
2.
Pada
tahun 1953 Menteri Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman yang merupakan
perangkat peraturan nasional pertama yang mengatur tentang Paten, yaitu
Pengumuman Menteri Kehakiman no. J.S 5/41/4, yang mengatur tentang pengajuan
sementara permintaan Paten dalam negeri, dan Pengumuman Menteri Kehakiman No.
J.G 1/2/17 yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan paten luar
negeri.
3.
Pada
tanggal 11 Oktober 1961 Pemerintah RI mengundangkan UU No.21 tahun 1961 tentang
Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan untuk mengganti UU Merek Kolonial
Belanda. UU No 21 Tahun 1961 mulai berlaku tanggal 11 November 1961. Penetapan
UU Merek ini untuk melindungi masyarakat dari barang-barang tiruan/bajakan.
4.
10
Mei 1979 Indonesia meratifikasi Konvensi Paris Paris Convention for the Protection
of Industrial Property (Stockholm
Revision 1967) berdasarkan keputusan Presiden No. 24 tahun 1979. Partisipasi
Indonesia dalam Konvensi Paris saat itu belum penuh karena Indonesia membuat
pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah ketentuan, yaitu Pasal 1 sampai
dengan 12 dan Pasal 28 ayat 1.
5.
Pada
tanggal 12 April 1982 Pemerintah mengesahkan UU No.6 tahun 1982 tentang Hak
Cipta untuk menggantikan UU Hak Cipta peninggalan Belanda. Pengesahan UU Hak
Cipta tahun 1982 dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi penciptaan,
penyebarluasan hasil kebudayaan di bidang karya ilmu, seni, dan sastra serta
mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa.
6.
Tahun
1986 dapat disebut sebagai awal era moderen sistem HKI di tanah air. Pada
tanggal 23 Juli 1986 Presiden RI membentuk sebuah tim khusus di bidang HKI
melalui keputusan No.34/1986 (Tim ini dikenal dengan tim Keppres 34) Tugas
utama Tim Keppres adalah mencakup penyusunan kebijakan nasional di bidang HKI,
perancangan peraturan perundang-undangan di bidang HKI dan sosialisasi sistem
HKI di kalangan intansi pemerintah terkait, aparat penegak hukum dan masyarakat
luas.
7.
19
September 1987 Pemerintah RI mengesahkan UU No.7 Tahun 1987 sebagai perubahan
atas UU No. 12 Tahun 1982 tentang Hak Cipta.
8.
Tahun
1988 berdasarkan Keputusan Presiden RI No.32 ditetapkan pembentukan Direktorat
Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek (DJHCPM) untuk mengambil alih fungsi dan
tugas Direktorat paten dan Hak Cipta yang merupakan salah satu unit eselon II
di lingkungan Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-Undangan, Departemen
Kehakiman.
9.
Pada
tanggal 13 Oktober 1989 Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui RUU tentang Paten
yang selanjutnya disahkan menjadi UU No. 6 Tahun 1989 oleh Presiden RI pada
tanggal 1 November 1989. UU Paten 1989 mulai berlaku tanggal 1 Agustus 1991.
10. 28 Agustus 1992 Pemerintah RI mengesahkan UU
No. 19 Tahun 1992 tentang Merek, yang mulai berlaku 1 April 1993. UU ini
menggantikan UU Merek tahun 1961.
11. Pada tanggal 15 April 1994 Pemerintah RI
menandatangani Final Act
Embodying the Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations,
yang mencakupAgreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property
Rights (Persetujuan TRIPS).
12. Tahun 1997 Pemerintah RI merevisi perangkat
peraturan perundang-undangan di bidang HKI, yaitu UU Hak Cipta 1987 jo. UU No.
6 tahun 1982, UU Paten 1989 dan UU Merek 1992.
13. Akhir tahun 2000, disahkan tiga UU baru
dibidang HKI yaitu : (1) UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU
No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri, dan UU No. 32 tahun 2000 tentang
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
14. Untuk menyelaraskan dengan Persetujuan TRIPS
(Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights) pemerintah
Indonesia mengesahkan UU No 14 Tahun 2001 tentang Paten, UU No 15 tahun 2001
tentang Merek, Kedua UU ini menggantikan UU yang lama di bidang terkait. Pada
pertengahan tahun 2002, disahkan UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang
menggantikan UU yang lama dan berlaku efektif satu tahun sejak di undangkannya.
15. Pada tahun 2000 pula disahkan UU No 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman dan mulai berlaku
efektif sejak tahun 2004.
D. Pengaturan Hak Kekayaan
Intelektual
Pengaturan hak kekayaan intelektual tertuang dalam
undang-undang sebagai berikut:
1.
UU Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak
Cipta
a. Bahwa Indonesia adalah negara
yang memiliki keanekaragaman etnik/suku bangsa dan budaya serta kekayaan di
bidang seni dan sastra dengan pengembangan-pengembangannya yang memerlukan
perlindungan Hak Cipta terhadap kekayaan
intelektual yang lahir dari keanekaragaman tersebut;
b. Bahwa
Indonesia telah menjadi anggota berbagai konvensi/perjanjian internasional di
bidang hak kekayaan intelektual pada umumnya dan Hak Cipta pada khususnya yang memerlukan pengejawantahan
lebih lanjut dalam sistem hukum
nasionalnya;
c. Bahwa perkembangan di bidang
perdagangan, industri, dan investasi telah sedemikian pesat sehingga memerlukan peningkatan perlindungan bagi Pencipta
dan Pemilik Hak Terkait dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat luas;
d. Bahwa
dengan memperhatikan pengalaman dalam melaksanakan Undang-undang Hak Cipta yang
ada, dipandang perlu untuk menetapkan Undang-undang Hak Cipta yang baru menggantikan
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 dan terakhir diubah dengan
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997;
e. Bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana tersebut dalam huruf a,
huruf b,
huruf c, dan huruf d, dibutuhkan Undang-undang tentang Hak Cipta.
2.
UU Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten
a. Bahwa
sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian internasional,
perkembangan teknologi, industri, dan perdagangan yang semakin pesat, diperlukan
adanya Undang-undang Paten yang dapat memberikan
perlindungan yang wajar bagi Inventor;
b. Bahwa hal tersebut pada butir a
juga diperlukan dalam rangka menciptakan iklim persaingan usaha yang jujur
serta memperhatikan kepentingan masyarakat pada umumnya;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana tersebut dalam huruf a dan b serta memperhatikan pengalaman dalam melaksanakan
Undang-undang Paten yang ada, dipandang perlu untuk menetapkan Undang-undang
Paten yang baru menggantikan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang
Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten.
3.
UU Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek
a. Bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan
konvensi-konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia, peranan
Merek menjadi sangat penting, terutama dalam menjaga persaingan usaha yang
sehat;
b. Bahwa untuk hal tersebut di atas diperlukan
pengaturan yang memadai tentang Merek guna memberikan peningkatan layanan bagi
masyarakat;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf
a dan huruf b, serta memperhatikan pengalaman dalam melaksanakan Undang-undang
Merek yang ada, dipandang perlu untuk mengganti Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992
tentang Merek sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997
tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek.
4.
UU Nomor 30 Tahun 2000 Tentang
Rahasia Dagang
a. Bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing
dalam lingkup perdagangan nasional dan internasional perlu diciptakan iklim
yang mendorong kreasi dan inovasi masyarakat dengan memberikan perlindungan
hukum terhadap Rahasia Dagang sebagai bagian dari sistem Hak Kekayaan
Intelektual;
b. Bahwa Indonesia telah meratifikasi Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan
Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property
Rights (Persetujuan TRIPs) dengan Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan b, perlu dibentuk Undang-undang tentang Rahasia
Dagang.
5.
UU Nomor 31 Tahun 2000 Tentang
Desain Industri
a. Bahwa
untuk memajukan industri yang mampu bersaing dalam lingkup perdagangan nasional
dan internasional perlu diciptakan iklim yang mendorong kreasi dan inovasi masyarakat
di bidang Desain Industri sebagai bagian dari sistem Hak Kekayaan Intelektual;
b. Bahwa
hal tersebut di atas didorong pula oleh kekayaan budaya dan etnis bangsa Indonesia
yang sangat beraneka ragam merupakan sumber bagi pengembangan Desain Industri;
c. Bahwa Indonesia telah
meratifikasi Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan
Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang mencakup Agreement on Trade
Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) dengan Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Desain Industri;
d. Bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c perlu dibentuk
Undang-undang tentang Desain Industri.
6.
UU Nomor 32 Tahun 2000 Tentang
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
a. Bahwa untuk
memajukan industri yang mampu bersaing dalam lingkup perdagangan nasional dan
internasional perlu diciptakan iklim yang mendorong kreasi dan inovasi masyarakat
di bidang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu sebagai bagian dari sistem Hak Kekayaan
Intelektual;
b. Bahwa
Indonesia telah meratifikasi Agreement Establishing the World Trade
Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang
mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan
TRIPs) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan
mengenai Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu;
c. Bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu dibentuk
Undang-Undang tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
7.
UU Nomor 29 Tahun 2000 Tentang
Varietas Tanaman
a. Bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara agraris, maka
pertanian yang maju, efisien, dan tangguh mempunyai peranan yang penting dalam
rangka pencapaian tujuan pembangunan nasional;
b. Bahwa untuk membangun pertanian yang maju, efisien, dan tangguh
perlu didukung dan ditunjang antara lain dengan tersedianya varietas unggul;
c. Bahwa sumberdaya plasma nutfah yang merupakan bahan utama pemuliaan
tanaman, perlu dilestarikan dan dimanfaatkan sebaik-baiknya dalam rangka
merakit dan mendapatkan varietas unggul tanaman tanpa merugikan pihak manapun
yang terkait guna mendorong pertumbuhan industri perbenihan;
d. Bahwa guna lebih meningkatkan minat dan peranserta perorangan maupun
badan hukum untuk melakukan kegiatan pemuliaan tanaman dalam rangka menghasilkan
varietas unggul baru, kepada pemulia tanaman atau pemegang hak Perlindungan Varietas
Tanaman perlu diberikan hak tertentu serta perlindungan hukum atas hak tersebut
secara memadai;
e. Bahwa sesuai dengan konvensi internasional, perlindungan varietas
tanaman perlu diatur dengan undang-undang;
f. Bahwa berdasarkan pertimbangan pada butir a, b, c, d, dan e,
dipandang perlu menetapkan pengaturan mengenai perlindungan varietas tanaman
dalam suatu undang-undang.
KASUS HAK KEKAYAAN
INTELEKTUAL
1.
Kasus Hak Cipta :
Jumat,
12 September 2008 | 14:47 WIB
DENPASAR,Kompas.com — Malang benar
nasib Ketut Deni Aryasa, perajin perak asal Bali. Ia dituding menjiplak
salah satu motif perusahaan perak milik asing, PT Karya Tangan Indah.
Deni Aryasa bahkan telah diseret ke meja hijau dan dituntut dua tahun penjara. “Motif yang saya
gunakan ini adalah milik kolektif masyarakat di Bali, yang sudah ada sejak
dulu. Bukan milik perseorangan, tapi mengapa bisa dipatenkan pihak asing,” kata
Deni Aryasa, yang ditemui di rumahnya di Denpasar, Jumat (12/9). Deni Aryasa
dituding meniru dan menyebarluaskan motif fleur atau bunga. Padahal
motif ini adalah salah satu motif tradisional Bali yang kaya akan makna. Motif
serupa dapat ditemui di hampir seluruh ornamen seni di Bali, seperti gapura
rumah, ukiran-ukiran Bali, bahkan dapatditemui sebagaimotif pada sanggah
atau tempat persembahyangan umat Hindu di Bali. Ironisnya, motif
tradisional Bali ini ternyata dipatenkan pihak asing di Direktorat Hak Cipta,
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Republik Indonesia pada tahun 2006
dengan nomor 030376. Pada surat keputusan Ditjen Haki, tertulis pencipta motif fleur
adalah Guy Rainier Gabriel Bedarida, warga Prancis yang
bermukim di Bali. Sedangkan pemegang hak cipta adalah PT Karya Tangan
Indah milik pengusaha asal Kanada, John Hardy. Dengan tudingan melanggar hak
cipta, Deni Aryasa kini dituntut dua tahun penjara. Bahkan Deni sempat ditahan
selama 40 hari di LP Kerobokan Bali. Kini Deni menjalani tahanan rumah. “Saya
mungkin satu-satunya orang yang dituntut melanggar hak cipta yang pernah
ditahan selama 40 hari,” kata Deni Aryasa.
Peradilan kasus hak cipta ini akan dilanjutkan pada Rabu (17/9) mendatang di Pengadilan Negeri Denpasar dengan agenda pledoi atau tanggapan terhadap tuntutan jaksa. Motif fleur ini juga telah dipatenkan di Amerika Serikat, sehingga kini perajin perak di Bali yang menggunakan motif yang sama pun terancam ikut terjerat pelanggaran hak cipta. Asosiasi Perajin Perak mencatat terdapat sedikitnya 800 motif perak tradisional Bali yang telah dipatenkan pihak asing di Amerika Serikat.
Peradilan kasus hak cipta ini akan dilanjutkan pada Rabu (17/9) mendatang di Pengadilan Negeri Denpasar dengan agenda pledoi atau tanggapan terhadap tuntutan jaksa. Motif fleur ini juga telah dipatenkan di Amerika Serikat, sehingga kini perajin perak di Bali yang menggunakan motif yang sama pun terancam ikut terjerat pelanggaran hak cipta. Asosiasi Perajin Perak mencatat terdapat sedikitnya 800 motif perak tradisional Bali yang telah dipatenkan pihak asing di Amerika Serikat.
2.
HAK MEREK
Senin,
3 Agustus 2009 | 11:46 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Umat Buddha menilai
kasus Buddha Bar (BB) tidak hanya melecehkan simbol agama Buddh, tetapi juga
menduga ada pelanggaran hukum pendirian usaha. “Yang jelas, sikap kami
menentang berdirinya Buddha Bar sekaligus menentang penggunaan simbol agama
Buddha dalam Buddha Bar,” kata Mulyadi, Anggota Majelis Agama Buddha Teravada
Indonesia (Magabudhi), menjelang persidangan kasus BB di Pengadilan Tata Usaha
Negara Jakarta, Senin (3/8).
Menurut dia, berdirinya BB telah melanggar UU No 15/2001
tentang Merek yang dalam Pasal 5 menyatakan bahwa mereka tidak dapat didaftar
apabila bertentangan dengan perundangan-undangan yang berlaku, moralitas agama,
kesusilaan atau ketertiban umum. Kedua, bertentangan dengan UU No 1/1965 tentang
Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, Pasal 156 (a). Ketiga,
bertentangan dengan Konvensi Paris 1883 tentang hak kekayaan industrial antara
lain menyatakan bahwa tidak boleh ada merek yang mengandung unsur agama.
“Konvensi ini diratifikasi Indonesia melalui Keputusan Presiden RI No 15/1997,”
ungkap Mulyadi. Lebih lanjut ia menuturkan bahwa kasus BB Ini adalah tanggung
jawab pemerintah. “Kalau nama Buddha Bar boleh atau dibiarkan seperti sekarang,
nanti akan merembet ke pelecehan agama lain. Sampai sekarang di BB masih ada
menu Buddha Bar Chicken Salad, Buddha Bar Pad Thai, Buddha Bar Roll,” paparnya.
Buddha Bar di Jalan Teuku Umar Jakarta dibuka pada bulan November 2008 dengan
pengelola PT Nireta Vista Creative dan merupakan satu-satunya di Asia. Bar
tersebut dikecam oleh berbagai pihak khususnya umat Buddha karena menggunakan
simbol agama Buddha untuk kegiatan komersial.
3.
HAK PATEN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar